Warga di Dua Kecamatan KKT Mengungsi Akibat La Nina


SAUMLAKI - BERITA MALUKU.
La Nia adalah fenomena penurunan suhu permukaan laut di sepanjang bagian timur dan tengah Samudera Pasifik di sepanjang ekuator. Penurunan suhu dari suhu normal adalah 3 menjadi 5 C. Fenomena La Nia biasanya berlangsung setidaknya selama lima bulan. 


Fenomena ini berdampak besar pada cuaca bahkan iklim di sebagian besar belahan dunia. Fenomena La Nina atau perbedaan suhu muka laut di kawasan pasifik Timur dan Tengah sepanjang Ekuator ternyata juga berpengaruh terjadinya gelombang tinggi di pesisir pantai Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT). 


Hal tersebut lantaran fenomena La Nina membuat curah hujan bulanan meningkat di atas batas normal, sehingga terjadi penambahan debit air segingga tinggi gelombang laut menjadi meningkat. Akibat dari fenomena tersebut menyebabkan terjadinya banjir air laut atau rob yang turut melanda desa-desa pada dua kecamatan di  kabupaten ini, yakni Wuarlabobar dan Molumaru, sejak beberapa hari lalu. 


Warga terdampak pada kedua kecamatan ini pun belum mendapat bantuan dari Pemerintah Daerah setempat, padahal banjir mengakibatkan ratusan rumah warga terendam dan ratusan jiwa terpaksa harus mengungsi ke wilayah pegunungan. 


Tingginya gelombang air laut itu, selain menyebabkan ratusan rumah warga terendam, juga menghancurkan talud penahan ombak.


Data yang diterima media ini, Rabu (10/2/2021), sejumlah rumah dari dua kecamatan di Bumi Duan Lolat ini terdampak. Meski sempat surut, air kembali naik hingga masuk ke rumah warga. 


Salah satu wilayah terparah berada di Desa Adodo Molu, Kecamatan Molumaru. Kemudian Desa Wulmasa, Tutunametal, Nurkat. Serta Desa Abay, Kecamatan Wuarlabobar. 


Maku Sabonu (39), warga Desa Adodo Molu mengatakan bahwa banjir rob terjadi sejak tanggal 6 Februari. Parahnya lagi, gelombang pasang tersebut menerjang talud penahan ombak hingga ambruk. Tingginya gelombang mencapai empat meter dan menerjang masuk sampai di dalam rumah warga sehingga hampir seluruh perabotan rumah tangga terendam air. 


"Kami panik dan memilih lari menyelamatkan diri di pegunungan sampai sekarang," tandas Sabonu. 


Ia mengatakan, banjir rob pernah terjadi beberapa tahun terakhir ini, namun belum pernah separah sekarang. 


"Air masuk rumah sejak sore. Akhirnya kita mengungsi ke gunung," kata dia. 


Akibat banjir itu, aktivitas warga pun terhambat. 


Menyikapi hal ini, Anggota DPRD KKT Amrosius Rahanwati yang juga putra asal Molumaru, mengungkapkan pasca kejadian tersebut, tinggi gelombang mencapai 2 hingga 4 meter, dengan kecepatan angin 15-30 Knot. 


Sebanyak 79 kepala keluarga di Desa Abat harus evakuasi mandiri ke gunung. 


Hingga hari ini, warga masih takut kembali ke rumah mereka yang berada di pesisir pantai. Namun sayangnya hingga saat ini, bantuan tanggap darurat dari pemerintah belum juga diterima masyarakat.


"Pasca kejadian, jaringan internet juga mati, alhasil komunikasi juga terputus," ungkapnya. 


Ia mengatakan, pihaknya sementara ini sedang melakukan koordinasi bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah maupun Dinas Sosial setempat. Sangat disayangkan, melalui hasil koordinasi mitra kerja Komisi B tersebut, terungkap jika dana tanggap darurat tidak ada pada kedua dinas dimaksud, sehingga pihak dinas sosial mengambil langkah dengan menyurati Pemerintah Provinsi Maluku. Sementara kebutuhan warga akan makanan (beras, mie instan, dan lainya) serta selimut, terpal sangat dibutuhkan.


"Sebagai wakil rakyat, kita berharap supaya Pemda, baik provinsi dan kabupaten bisa mengambil tindakan penanganan tanggap darurat secepatnya. Akibat fenomena La Nina ini, warga mengungsi dengan membawa barang seadanya,” ujarnya. (ys)

Subscribe to receive free email updates: