Skema Onshore, Porsi PI Blok Masela Untuk KKT Tidak Perlu Lagi Dikaji

DPRD KKT Bersikap Jika Tidak Ditanggapi Serius Gubernur


Jaflaun Batlayery


AMBON - BERITA MALUKU. Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon menilai permintaan porsi lebih dalam pengelolaan 6 persen dari Participating Interest (PI) 10 persen Blok Masela dari Pemerintah Daerah Provinsi Maluku tidak perlu dikaji.


Hal ini disampaikan orang nomor satu di bumi Duan Lolat itu, menanggapi pernyataan Ketua DPRD Provinsi Maluku, Lucky Wattimury, menegaskan permintaan dari Pemda dan DPRD KKT 

harus dikaji dari sudut peraturan perundang-undangan, apakah memungkinkan KKT ditetapkan sebagai daerah penghasil atau mendapatkan porsi lebih dari PI 10 persen ataukah tidak.


"Saya sangat menghargai pendapat itu, tapi sebenarnya tidak perlu dikaji," ungkap Fatlolon kepada wartawan, kemarin. 


Karena menurutnya, dengan adanya keputusan Presiden, Joko Widodo, terhadap perubahan skema offshore ke onshore sebetulnya menjadi payung hukum bagi daerah untuk menterjemahkannya lebih lanjut.


Dalam Surat dari Menteri ESDM, menyebutkan Pemda, dalam artian Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota, terkhusunya KKT.


Karena berbicara Blok Masela, 100 persen berkaitan dengan Tanimbar, karena seluruh fasilitas dibangun di Desa Lermatang, Kecamatan Tanimbar Selatan, KKT.


"Dari hal tersebut maka Tanimbar berhak memperoleh PI yang lebih," tegasnya.


Walaupun demikian, dirinya optimis Gubernur bersama jajaran dan pimpinan Anggota DPRD Maluku dengan arif dan bijaksana melihat KKT sebagai salah satu anaknya yang perlu mendapat perhatian serius.


"Saya otpimis Gubernur dan DPRD akan memberikan porsi lebih kepada KKT. Tentu Perjuangan ini belum berakhir, kearifan dan kebijakan dari pemprov Maluku sangat diharapkan," harapnya.


Bahkan dirinya bersama masyarakat siap kapan saja diajak untuk negosiasi pembagian porsi PI. 


"Jadi kita fleksibel kapan saja bila negosiasi, berdialog dalam menetapkan presentasi PI," ungkapnya.


Sekedar tahu, sebelumnya Ketua DPRD Maluku, Lucky Wattimury mengatakan ada dua rekomendasi, yaitu meminta supaya DPRD memperjuangkan KKT sebagai daerah penghasil, dan menetapkan 6 persen dari PI 10 persen untuk dikelola Pemda KKT.


Terhadap semua, jelasnya perlu dikaji dengan baik, karena tidak mungkin mendengar pendapat dari satu pihak pemerintah dan DPRD, tetapi harus mengkaji dari sudut peraturan perundang-undangan, apakah memungkinkan KKT ditetapkan sebagai daerah pengahasil atau mendapatkan PI 6 persen dari 10 persen.


Karena bagaimanapun harus memiliki landasan yuridis untuk bisa mengambil satu keputusan, apalagi ini bukan persoalan sepeleh, persoalan yang sangat serius, karena berkaitan kewenangan wilayah yang melekat dalam sebuah kebijakan, di dalamnya terdapat kewenangan kabupaten, provinsi bahkan pusat.


"Terhadap hal-hal seperti ini kita mesti mengkaji dengan baik, kita mesti berkoordinasi dengan pak Gubernur, kita mesti koordinasi dejgan Kadis ESDM Maluku, Direktur MEA, dan pihak terkait lainnya, supaya apapun keputusan yang diambil sudah sesuai dengan kaidah dan normal hukum yang berlaku dalam satu proses pengelolaan PI 10 persen blok masela," ulasnya.


Tentu, kata Lucky masyarakat di KKT tidak boleh ditinggalkan karena bagaimananapun mereka adalah daerah terdampak Blok Masela. 


Saat ini, menurutnya yang perlu dilakukan bagaimana menjaga supaya jangan sampai menjadi bola salju yang bergelinding tanpa tujuan.


"Kami minta untuk kasi waktu untuk kami mendiskusikan dengan baik. Karena harus dilandasi kajian hukum yang jelas, karena ini berkaitan seluruh keputusan memliki landasan hukum yang pasti," tandasnya.


Terkait batas waktu yang ditetapkan 30 Maret, maka pihaknya akan langsung

berkoordinasi dengan pihak terkait, sehingga dalam waktu cepat, dilakukan kajian dengan baik.


"Keputusan apapun yang diambil, dapat atau tidak itu sudah berdasarkan kajian sesuai landasan hukum," pungkasnya.


Apalagi, ungkap kader PDI Perjuangan Maluku itu, beberapa waktu kemarin dari MBD, dua organisasi kemasyarakat bertemu dengan dewan mempertanyakan bagaimana posisi mereka sebagai daerah terdampah untuk itu mesti hati-hati.


"Olehnya ini perou dilakukan dengan baik, agar semua pihak merasa tidak dirugikan tetapi merasa memiliki blok masela, dan memiliki mamfaat buat masyarakat Maluku secara keseluruuajndan decaea kgusus MBD dan KKT betul-betul berguna," terangnya.


DPRD KKT Bersikap


DPRD dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar akan melakukan upaya lanjutan jika DPRD dan Pemerintah Provinsi Maluku tidak menyetujui rekomendasi yang menjadi acuan dari keinginan dan harapan rakyat di Bumi Duan Lolat itu, untuk menjadikan KKT sebagai daerah penghasil Blok Masela, dengan adanya porsi dari participating interest (PI) 10 Persen yang telah diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi Maluku, dalam pengelolaan Blok Masela.


Langkah lanjutan yang dimaksud, yaitu mengaduhkan kepada Pemerintah Pusat terhadap ketidakadilan proposional dari Pemerintah Provinsi Maluku.


"Jika memang Pemerintah Provinsi dan DPRD tetap sekukuh untuk tidak memberikan hak-hak sebagaimana diatur dalam perundang-undangan, maka kami juga akan berdiri dengan otonomisasi kami. Kami akan berdiri dengan otonomisasi kami, dan kami akan langsung mengadu kepada pemerintah pusat, terhadap.peristiwa ketidakadilan proposional," ujar Ketua DPRD KKT, Jaflaun Batlayery, kepada wartawan di Ambon, kemarin.


Diutarakan, Pemerintah Pusat telah memberikan PI 10 Persen, hal ini membuktika bahwa Maluku adalah daerah penghasil, terutama Kepulauan Tanimbar sebagai daerah pengelolaan industri dan eksploitasi Migas.


Hal ini tertuang dalam regulasi perundang-undangan terkait dengan Migas termasuk Peraturan Menteri ESDM nomor 37 tahun 2016, tentang pengelolaan PI.


Oleh sebab itu, ungkapnya suka tidak suka, Gubernur dan DPRD Provinsi Maluku harus memprioritas apa yang menjadi hak-hak untuk Kabupaten Kepulauan Tanimbar terkait PI, dimana harus menetapkan kabupaten Kepulauan Tanimbar sebagai kabupaten Penghasil.


Sebagai pucuk pimpinan legislatif Kepulauan Tanimbar, dirinya meminta Gubernur dan Ketua DPRD untuk bijaksana terhadap proses pembagian hak-hak PI.


"Tanimbar adalah Maluku pak Gubernur, olehnya itu mesti dilayani dan dijawab secara totalitas, jangan memandang sepeleh," ungkapnya.


"Sesuatu yang terjadi dan dirasakan akibat baik dan buruk, jangan jadikan rakyat Tanimbar sebagai penonton di rumah sendiri, harus jadikan rakyat tanimbar sebagai pelaku utama dalam pengelolaan Migas, karena kegiatan dan aktifitas Blok Masela akan terjadi di kabupaten ini," sambungnya.


Tak bosan, dirinya kembali menegaskan kepada Gubernur, Murad Ismail untuk melihat suasana dan kondisi ini tidak ada pada pendirian privatisasi, tetapi harus berdiri sebagai pemerintah yang adil dan profesional terhadap hak-hak rakyat dalam proses pembangunan terkhususnya dalam pengelolaan Blok Masela.


"Rakyat Tanimbar harus diberikan perhatian serius oleh pemerintah provinsi. Karena kita akan mengalami segala kosekuensi dalam pengelolaan Blok Masela," tandasnya.

Subscribe to receive free email updates: