Meski sampai saat ini belum ada permintaan resmi ke Mahfud untuk menjadi ahli dalam kasus yang menjerat Rizieq, namun guru besar ilmu hukum di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu sudah menyatakan tak akan mau.
Mahfud menuturkan, dirinya memang baru mendengar permintaan itu berdasar pemberitaan media. Namun, pria asal Madura itu sejak lengser dari MK memang tak mau menjadi saksi ahli.
"Saya sendiri sejak pensiun sebagai ketua MK tidak bersedia menjadi saksi ahli di pengadilan,” ujar Mahfud, Kamis (23/2).
Mantan menteri pertahanan itu memang pernah menjadi ahli pada persidangan MK. Hal itu karena permintaan Komisi Yudisial (KY).
“Pernah dulu hadir sebagai ahli di MK dalam perkara pengujian UU-KY karena diminta oleh KY sebagai lembaga negara dan dalam pengujian UU yang sifatnya abstrak," katanya.
Namun, Mahfud menegaskan bahwa dia tidak pernah terlibat menjadi saksi ahli dalam hukum yang sifatnya konkret. "Untuk kasus HR (Habib Rizieq) ini pun saya berposisi seperti itu. Belum bisa mengubah pilihan sikap," imbuh dia.
Karenanya Mahfud menyarankan kepada Rizieq agar memilih ahli hukum lainnya.Mahfud sejak berhenti dari MK tidak pernah menerima tawaran menjadi ahli meski banyak yang memintanya.
"Bahkan banyak yang hanya meminta mencantumkan nama saya sebagai tim hukum meskipun saya tak bisa hadir. Tapi saya selalu menolak. Sebagai mantan ketua lembaga yudikatif saya merasa kurang pas untuk menjadi saksi di pengadilan," jelasnya.
Menurut Mahfud, sebenarnya tidak ada aturan yang melarang mantan yudikatif menjadi saksi ahli dalam persidangan. Hanya saja dia menyebut hal itu tidak etis. "Itu sih tak dilarang, tapi saya sendiri tak mau," tandas dia.
Seperti diketahui, tim kuasa hukum Rizieq mengajukan nama Yusril Ihza Mahendra dan Mahfud MD sebagai ahli dalam kasus penghinaan Pancasila yang dilaporkan oleh Sukmawati Soekarnoputri. Rencananya, tim pembela Rizieq akan menyodorkan Yusril dan Mahfud ke hadapan penyidik Polda Jawa Barat. [src/jpnn]