Parah, Aksi 212 Janji Tidak Akan Duduki DPR, Tetapi Ancam Menginap Di DPR
Penulis : Palti Hutabarat
Seperti biasa, aksi 212 tidak lain tidak bukan adalah tentang Ahok. Bukan tentang agama atau tentang ideologi apapun, melainkan memang hanya tentang Ahok. Itulah mengapa kita tidak usah heran kalau di daerah lain persoalan isu SARA tidak seperti di Jakarta. Ini soal merebut Jakarta dan Pilpres 2019.
Karena itu, sangat wajar kalau setiap tuntutannya adalah untuk menjegal Ahok. Semua bungkusan agama dan penegakan hukum yang jadi kemasan aksi ini bukanlah tujuan sebenarnya. Itulah mengapa dalam setiap aksi sosok ahok menjadi musuh utama panitia dan peserta aksi.
Dalam aksinya kali ini, janji itu aksi damai dan tidak rusuh kembali diwacanakan. Dalam aksi sebelumnya, hal ini pun pernah dijanjikan. tetapi tetap saja melanggar. Bahkan mimbar masjid pun jadi ajang kampanye. Parahnya lagi, wartawan yang meliput mengalami kekerasan dari peserta aksi.
Pelanggaran dalam setiap aksi mereka ini seperti sudah jadi sebuah identitas. Demo sopan, santun, dan berakhlak seperti susah untuk bisa mereka terapkan. jauh berbeda dengan apa yang mereka selalu suarakan, kelakuan mereka seperti kaum barbar.
Forum Umat Islam (FUI) menegaskan aksi 212 jilid 2, yang akan digelar pada Selasa, 21 Februari, besok adalah aksi damai. Koordinator aksi Ustaz Bernard Abdul Jabbar menegaskan kabar akan adanya aksi menduduki gedung DPR tidak benar.
“Kami perlu untuk juga menerangkan bahwa viral-viral di media sosial yang mengatakan dan tersebar luas bahwa (akan ada) revolusi siap-siap perang, siap-siap DPR/MPR kemudian robohkan daripada pagar-pagar DPR itu tidak benar,” jelas Bernard saat jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Jl Sudirman Kav 55, Jakarta, Senin (20/2/2017).
Anehnya, pernyataan Bernard ini bertentangan dengan pernyataan Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Tengku Zulkarnain. Tengku dengan lantang menyerukan sebuah ancaman bahwa tuntutan mereka harus dipenuhi. Jikalau tidak, maka mereka akan menginap di depan Gedung DPR-MPR.
“Kalau tuntutannya tidak dipenuhi, dua hari tidak, tiga hari tidak, kami sampai menginap di sini,” kata Tengku, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/2).
Hebat bukan?? Janji tidak akan duduki DPR, tetapi mengancam akan menginap di depan gerbang gedung DPR-MPR kalau tidak dipenuhi tuntutannya. Bukankah menginap di depan gerbang itu sama saja artinya menduduki DPR?? Malah lebih hebat lagi ini, bukan sekedar tidur, malah sudah menginap.
Pernyataan-pernyataan intimidasi seperti inilah yang membuat aksi 212 tidak bisa dibiarkan begitu saja. Apalagi, aksi ini sudah terindikasi sangat kental nuansa politiknya. Rais Aam PBNU dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin sampai meminta namanya tak dicatut dalam aksi 212 Jilid II esok hari. Dia menyebut aksi itu bersifat politis.
“Saya berulangkali menyampaikan hal ini, bahwa saya tidak pernah dilibatkan dan melibatkan diri ikut demo 212. Karena demo itu sangat politis,” tandas Kiai Ma’ruf dalam pertemuan tokoh NU se-Madura, di Sampang, Madura, Jawa Timur belum lama ini, sebagaimana keterangan yang diterima detikcom, Senin (20/2/2017).
“Itu juga sudah saya sampaikan kepada Kapolri (Jenderal Tito Karnavian) dalam pertemuan di Pondok Pesantren Tanara (Banten) beberapa waktu lalu. Saya akan melarang, umat Islam ikut demo yang bernuansa politik,” tuturnya.
Pernyataan Ketua MUI ini menjadi sebuah sikap yang jelas bahwa aksi besok bukanlah aksi bela Islam. Karena aksi ini penuh dengan motif politik. Jelas sekali tidak ada hubungannya bela Islam dengan Ahok dinonaktifkan. Toh, kasus sudah berjalan di persidangan, tinggal menunggu prosesnya saja.
Jadi, tidak heranlah kalau yang dilakukan adalah rencana menginap di depan gerbang gedung DPR-MPR yang adalah simbol politik. Bukan ke Mahkamah Agung atau institusi hukum lainnya. Tuntutan mereka jelas adalah Ahok tetapi kalau bisa juga menyerempet Jokowi.
Karena itu, saya berharap pihak Polri dan TNI terus siap siaga untuk mengantisipasi segala kemungkinan. Jangan sampai tekanan massa malah mengatur hukum dan politik di Indonesia. Semua harus kem,bali kepada konstitusi dan aturan yang sudah dibuat. Main hukum sendiri adalah sebuah sikap yang mengancam satbilitas keamanan negara.
Semoga saja besok semua bisa berjalan lancar dan kondusif serta tidak ada aksi pemaksaan tuntutan dengan menginap di depan gerbang DPR-MPR. Semua kita harus taat hukum dan peraturan serta menghargai tatanan berdemokrasi yang sesuai aturan.
Salam Parah.
Selengkapnya :
http://ift.tt/2mf4IcV