BERITA MALUKU. Pembelian lahan dan gedung untuk pembukaan kantor cabang PT. Bank Maluku-Malut di Surabaya (Jatim) senilai Rp54 miliar tidak menggunakan dana pemegang saham BUMD milik Pemprov setempat.
"Ada dana kas PT. BM-Malut di Bank Indonesia yang terdiri dari hasil usaha bank serta dana pihak ketiga yang dipakai untuk pembelian lalu dikonversi atau dialihkan dalam bentuk pengadaan aset," kata divisi Renstra dan Korsek PT. BM-Malut, Jack Stuart Manuhuttu, di Ambon, Rabu (25/1/2017).
Penjelasan Jack disampaikan sebagai saksi atas terdakwa Petro Tentua dan Hentje Toisuta dalam persidangan di pengadilan Tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon dipimpin ketua majelis hakim RA Didi Ismiatun, didampingi Syamsidar Nawawi dan Hery Leliantono selaku hakim anggota.
Menurut saksi, dirinya bersama terdakwa Petro dan saksi Edy Sanaky pernah ditugaskan direksi ke Surabaya untuk melihat kondisi tanah dan bangunan yang akan dibeli PT. Bank Maluku-Malut.
Namun dalam perjalanan, Edy Sanaky jatuh sakit dan pulang lebih awal. Saksi bersama terdakwa melanjutkan perjalanan ke Surabaya.
"Lahan yang dibeli di Jl. Raya Darmo nomor 51 itu strategis karena di lokasi itu merupakan kawasan perkantoran dan sekolah, sedangkan pada sebelah jalannya adalah pemukiman warga," katanya.
Sehingga nilai sewa atau pun jual-beli tanah dan bangunan di Jl. Raya Darmo nomor 51 tergolong mahal.
"Kalau untuk sewa lahan saja bisa berkisar antara Rp3 miliar hingga Rp5 miliar," katanya menjawab pertanyaan tim penasihat hukum terdakwa, Morits Latumeten.
Makanya, pihak pemilik lahan hanya memberikan interval waktu selama satu bulan kepada PT. BM-Malut untuk segera membayar harga pembelian senilai Rp54 miliar.
Sebab ada pihak lain, seperti Bank DKI yang telah mengincar lahan tersebut senilai Rp62 miliar dan ada perorangan asal Makassar (Sulsel) melakukan penawaran sesuai laporan pemilik lahan.
Jack Stuart MAnuhuttu yang kini telah berstatus tersangka dalam skandal pembelian tanah dan gedung di Jl. Raya Darmo nomor 51 Surabaya ini juga mengaku tidak perlu membentuk panitia pengadaan barang dan cukup membentuk sebuah tim.
Dia juga mengakui kalau pembelian aset seperti itu tidak memerlukan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kecuali untuk pembukaan kantor cabang baru melibatkan institusi tersebut.
"Ada dana kas PT. BM-Malut di Bank Indonesia yang terdiri dari hasil usaha bank serta dana pihak ketiga yang dipakai untuk pembelian lalu dikonversi atau dialihkan dalam bentuk pengadaan aset," kata divisi Renstra dan Korsek PT. BM-Malut, Jack Stuart Manuhuttu, di Ambon, Rabu (25/1/2017).
Penjelasan Jack disampaikan sebagai saksi atas terdakwa Petro Tentua dan Hentje Toisuta dalam persidangan di pengadilan Tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon dipimpin ketua majelis hakim RA Didi Ismiatun, didampingi Syamsidar Nawawi dan Hery Leliantono selaku hakim anggota.
Menurut saksi, dirinya bersama terdakwa Petro dan saksi Edy Sanaky pernah ditugaskan direksi ke Surabaya untuk melihat kondisi tanah dan bangunan yang akan dibeli PT. Bank Maluku-Malut.
Namun dalam perjalanan, Edy Sanaky jatuh sakit dan pulang lebih awal. Saksi bersama terdakwa melanjutkan perjalanan ke Surabaya.
"Lahan yang dibeli di Jl. Raya Darmo nomor 51 itu strategis karena di lokasi itu merupakan kawasan perkantoran dan sekolah, sedangkan pada sebelah jalannya adalah pemukiman warga," katanya.
Sehingga nilai sewa atau pun jual-beli tanah dan bangunan di Jl. Raya Darmo nomor 51 tergolong mahal.
"Kalau untuk sewa lahan saja bisa berkisar antara Rp3 miliar hingga Rp5 miliar," katanya menjawab pertanyaan tim penasihat hukum terdakwa, Morits Latumeten.
Makanya, pihak pemilik lahan hanya memberikan interval waktu selama satu bulan kepada PT. BM-Malut untuk segera membayar harga pembelian senilai Rp54 miliar.
Sebab ada pihak lain, seperti Bank DKI yang telah mengincar lahan tersebut senilai Rp62 miliar dan ada perorangan asal Makassar (Sulsel) melakukan penawaran sesuai laporan pemilik lahan.
Jack Stuart MAnuhuttu yang kini telah berstatus tersangka dalam skandal pembelian tanah dan gedung di Jl. Raya Darmo nomor 51 Surabaya ini juga mengaku tidak perlu membentuk panitia pengadaan barang dan cukup membentuk sebuah tim.
Dia juga mengakui kalau pembelian aset seperti itu tidak memerlukan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kecuali untuk pembukaan kantor cabang baru melibatkan institusi tersebut.