Fitsa Hats, Susi Teei, Setarbak, Sali Loti dan Ka-Ef-Si....

Fitsa Hats, Susi Teei, Setarbak, Sali Loti dan KaEfSi

Penulis : Evan Kurniawan

Apa kita memperdulikan pemilik tempat kita kerja? Ternyata Novel Bamukkim sangat peduli. Sangking pedulinya hingga beliau malu menuliskan Pizza Huts, jadi yang dituliskan dalam BAP-nya adalah Fitsa Hats. Mungkin saja Novel malu karena pernah bekerja dibawah pemimpin kafir. Perlu tepok jidat 100 kali sebelum kita bisa mengerti jalan pikiran seperti ini.

Kafir oh Kafir

Agar tidak menyinggung ‘harga diri’ para kaum fanatik, semua nama akan diganti agar tidak terdengar ‘kafir.

Penulis suka makan di KaEfSi. Harganya lumayan untuk kantong mahasiswa yang sedang kuliah. Makanan di KaEfSi selain enak juga mudah dibawa, tinggal bawa pulang. Selain itu, makanan KaEfSi juga praktis, tinggal makan pakai tangan bila malas memakai sendok, asal jangan malas mencuci tangan. Cuci tangan dengan Detool biar bersih. Jangan sampai sakit perut lalu KaEfSi yang disalahkan.

Apakah kita mempermasalahkan kekafiran saat makan di KaEfSi? Tentu saja tidak, kita bukan orang fanatik. SmatPhon saja dibuat di negara Kafir tetapi kita tetap menggunakannya. Untuk mencari informasi kita menggunakan mbah gugel ataupun yahuu. Mana kita pedulikan kafir atau tidak. Bila semua hal dipikirkan kafir atau tidak maka silahkan kembali ke jaman batu, tidak perlu hidup di jaman modern.

Restoran mahal seperti Susi Teei ada menyajikan makanan yang mentah. Toh sushi… eh susi ada yang dilengkapi dengan Mirin (sejenis sake) sehingga dapat tergolong haram. Tidak semua makanan di Susi Teei haram kok, jadi tidak perlu takut makan disana.

Semua Dipermasalahkan, Bahkan Yang Baik

Sali Loti yang tidak bersalah sama sekali saja ‘dilecehkan; setelah kedok para sesapian ini terbongkar. Mereka membangga-banggakan menginjak Sali Loti padahal bila tidak suka dengan Sali Loti maka sumbangkan saja kepada orang miskin. Orang miskin mana peduli Sali Loti dipimpin oleh orang kafir. Yang penting bisa makan hari itu, hanya ini yang dipikirkan.

Ketua FPI saja memakai Pajelo Spot saat menuju lokasi demo. Kan ini munafik, mau memakai tetapi saat ada kesempatan dipermasalahkan. Lihat semua kemewahan yang ditunjukkan kaum sesapian ini. Jam tangan Lolex yang mahal dibeli seperti membeli sayur kangkung. Sumber uang mereka tentu saja mencurigakan, tidak sesuai gaji. Bisa dilihat bahwa orang-orang seperti ini bermasalah sehingga apapun yang dikatakan oleh mereka tidak bisa dipertanggung jawabkan.

Uang RI yang baru saja mereka permasalahkan karena ada gambar orang kafir disana padahal mereka semua pahlawan. Mereka berjuang mempertaruhkan nyawa namun kaum seperti ini begitu teganya merendahkan mereka padahal bila dihadapkan dengan hal yang sama maka kaum seperti ini akan langsung lari, sembunyi di kolong tempat tidur. Mereka hanya berani berteriak tetapi bila sudah dipanggil polisi maka langsung teriak pra-peradilan dan kriminalisasi.

Mereka Hanya Pengecut

Bagi mahasiswa yang berduit maka Setarbak menjadi pilihan tempat untuk menyelesaikan tugas kuliah. Tinggal memesan kopi sekitar 50 ribu maka sudah bisa duduk di Setarbak berjam-jam, kan lumayan ruangan ber-AC. Bila termasuk satuan mahasiswa kurang modal, maka bisa patungan di Dankin Donaat. Bersama 3 atau 4 orang membeli donat masing-masing satu sudah bisa mendapat tempat ber-AC untuk diskusi tugas. Mana ada mahasiswa mempermasalahkan hal seperti kafir tidak kafir. Hanya kaum munafik yang senantiasa mempermasalahkannya.

Bila berani, maka penulis tantang para kaum sesapia ini untuk membuang produk yang dibuat oleh kafir. Buang saja Aiphon ke tong sampah. Buang juga Lamborjini ke sungai kalau tidak rela memakai produk kafir. Sumbangkan HP Sangsung, jangan pakai, kan kafir. Buang komputer, kan komputer sekarang semua buatan kafir, windous buatan kafir dari Amerika. Jangan pernah makan di Mekdonal, nanti jadi kafir.

Bisa kita lihat betapa tidak warasnya pemikiran seperti ini. Pemikiran sempit seperti ini tidak cocok di Indonesia. Saran saya berikan saja Paspor ke Timur Tengah sana, biar mereka bisa lihat mana yang lebih enak ditinggali. Indonesia atau Negara Arab sana. Kalau perlu biaya tiket disubsidi pemerintah agar tidak ada lagi kaum stress di Indonesia.

Oh ya. Satu hal lagi. FPI itu kan Front Pembela Islam, bukan kah Front itu bahasa kafir??? Salam Munafik. (03/01)

Selengkapnya :
http://ift.tt/2iLOw1V

Subscribe to receive free email updates: