Manuver Mantan Presiden SBY dan 6 Alasan Kuat Presiden Jokowi Tak Temui Pak SBY!

Manuver SBY dan 6 Alasan Presiden Jokowi Tak Temui SBY

Penulis : Ninoy N Karundeng

SBY melakukan manuver politik menjelang demo 4 November 2016. Teriakan SBY soal Ahok hanyalah momentum tepat untuk berteriak. Publik pun tahu demi kepentingan anaknya si Agus yang lagi digadang menjadi politikus berupa gubernur. Presiden Jokowi pun lantang menyebut adanya aktor politik dalam demo 4/11. Karena dibawa perasaan maka Demokrat seakan kebakaran jenggot. Kasak-kusuk politik partai mulai menggeliat dan sikap politik lantang menuntut Presiden Jokowi menyebut secara jelas aktor penunggang politik demo 4 November 2016. Presiden Jokowi tak menanggapi dan tetap fokus berkonsolidasi politik dan tetap tak menggubris eksistensi SBY. 

Jelas SBY merasa ditinggalkan sendirian di hingar panggung politik Indonesia. Mari kita telaah  manuver SBY dan ketidakmauan Presiden Jokowi menemui SBY dengan hati gembira ria riang senang bahagia menari menyanyi berdansa suka-cita sambil menertawai politik kepo dan alay yang dimainkan oleh SBY selamanya senantiasa. Jelas bagi publik yang waras teriakan SBY menjelang demo 4/11 adalah hanya demi anaknya bernama Agus yang lagi nyagub di DKI Jakarta. 

Manuver saat ini termasuk dalam hal gaya politik dan taktik melankolis SBY untuk anaknya. SBY membuat dirinya dianggap sebagai korban dan disingkirkan dan tidak dianggap keberadaannya oleh Presiden Jokowi – paling tidak di mata rakyat. Hal ini sama halnya dengan kejadian di 2003-4 ketika SBY membuat dirinya seolah didzolimi oleh Megawati sehingga melenggang melewati Megawati dalam Pilpres 2004. Teori korban mendapatkan simpati hendak diterapkan oleh SBY untuk ditransformasikan ke anaknya si Agus. 

Nah, caranya adalah penggambaran SBY yang ditinggal dan tidak dianggap keberadaannya oleh elite politik Republik Indonesia termasuk para parpol. Pasca demo dan konsolidasi politik yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, SBY serasa ditinggal sendirian – kelakuan melankolis partai dan pribadi SBY memang begitu – karena tidak dikunjungi dan ditemui oleh Presiden Jokowi. Padahal keengganan Presiden Jokowi menemui SBY disebabkan oleh beberapa alasan politik, sosial, kultural dan personal yang unik. 

Pertama, SBY adalah politikus yang tidak punya pendirian kuat selain pendirian untuk kepentingan pribadi. Contohnya, SBY yang ketakutan menghadapi Prabowo – yang pernah menggebuki SBY seperti diceritakan oleh Hermawan Sulistyo cari sendiri di Youtube – mendukung Prabowo tetapi membiarkan Ruhut Sitompul mendukung Jokowi dalam Pilpres 2014 lalu. 

Berbeda dengan SBY, Presiden Jokowi adalah sosok yang tegas dan tidak takut menghadapi situasi politik dan sosial serta ancaman politik. Strategi merangkul kekuatan nyata ditunjukkan tanpa adanya gengsi politik. Presiden Jokowi tak segan bertemu dengan orang berprinsip seperti Prabowo. Lalu buat apa ketemu SBY? 

Kedua, SBY sosok peragu dan tidak tegas dalam menghadapi situasi politik yang membelit. Contohnya Tekanan kuat lobi membuat SBY tak berani membubarkan Petral yang merugikan negara Rp 250 triliun per tahun. 

Pun SBY tak berdaya menghadapi para koruptor yang bermain termasuk di lingkaran partainya sendiri Demokrat. Seluruh pentolan penting Demokrat dari mulai Bendahara, Ketua Umum, anggota DPP seperti Muhammad Nazarudin, Anas Urbaningrun, Angelina Sondakh, Sutan Bhatoegana, dll. masuk bui karena korupsi. 

Bahkan skandal besar Bank Century di masa SBY - selain pembiaran sepak terjang Petral oleh mafia migas Muhammad Reza Khalid - dibiarkan menguap begitu saja. Berbeda dengan masa SBY, penindakan korupsi di bawah Presiden Jokowi merangsek ke segala penjuru dan bahkan menyeret Ketua DPD seperti Irman Gusman dan bahkan pengacara hebat pun dilibas oleh KPK. Para hakim pun ditindak tegas. 

Lalu buat apa bertemu SBY? 

Ketiga, SBY adalah sosok akan-akan-akan – tidak ada yang sudah dibangun – dalam 10 tahun di tampuk kekuasaan tanpa menghasilkan apapun untuk rakyat. Bahkan infrastruktur pun tidak dibangun. Tol mangkrak sejak zaman Megawati berlanjut dengan SBY ada di Pejagan-Brebes Timur sampai juga di Ciawi Sukabumi. Puluhan tahun mangkrak. Bendungan tidak dibangun padahal rakyat membutuhkan. 

Pelabuhan dan perikanan laut dibiarkan dicuri dan nelayan Indonesia dirugikan. Sikap dan sifat SBY yang berideologi akan-akan-akan tanpa berbuat bertolak belakang dengan dengan ideologi Presiden Jokowi yang bekerja kerja dan kerja. Lalu buat apa menemui SBY? 

Keempat, SBY adalah sosok megalomania politik dan tidak mikul duwur mendem jero. Megalomania politik SBY ditunjukkan dalam hubungan pribadi dengan Presiden ke-5 Megawati. 

Sampai detik ini hubungan antara SBY dengan Presiden ke-5 Megawati tidak terjalin. Perseteruan politik tak rasional selalu terjadi antara SBY dengan putri Bung Karno itu. Maka di mana ada kesempatan untuk bersaing dengan Megawati, SBY akan lakukan seberapa besar risikonya. Contohnya, Agus sang perwira TNI cerdas brilian pun disuruh mundur oleh SBY demi maju ke panggung Pilkada DKI. Lagi-lagi untuk melawan Megawati yang mendukung Ahok. 

Maka maneuver berteriak-teriak soal Ahok pun tujuannya jelas untuk memuluskan anaknya si Agus untuk bersaing hanya dengan si bekas Menteri Pendidikan yang dipecat oleh Presiden Jokowi si Anies Baswedan. Alasan mendorong Agus pun ditambah dengan perseteruan dengan Prabowo dan tidak akan membiarkan cagub dukungan Prabowo si keturunan Arab Anies Baswedan dan keturunan Gorontalo si culun politik Sandiaga berhasil menang. Klop. Bersaing dengan Megawati plus Prabowo adrealin SBY terpicu dengan korban perwira militer brilian Agus. 

Lalu buat apa menemui SBY? 

Kelima, SBY adalah sosok melankolis dan peragu serta baper. Berbagai maneuver SBY ditujukan untuk kepentingan pribadinya. Bukti melankolisnya SBY adalah suka mengarang lagu meskipun lagunya fals dan sember kalau dinyanyikan. 

Bahkan saking melankolisnye SBY curhat masalah gajinya di depan ribuan prajurit yang uang lauk-pauknya saat itu cuma belasan ribu per bulan – terakhir uang lauk-pauk TNI dinaikkan di atas Rp 1 juta. Lagi-lagi melankolisme dan gengsi tak bisa hilang dalam diri SBY sehingga sebagai orang lebih muda tak bersedia memulai upaya rekonsiliasi dengan Presiden ke-5 Megawati. Sikap besar rasa dan baper pribadi seperti ini dibawa dalam ranah politik. Melankolis. 

Dalam politik, sikap ini diwujudkan dengan menjadi partai penyeimbang akibat pragmatism kebablasan. Partai Demokrat menjadi partai banci dan hanya di Indonesia ada partai penyeimbang – tidak berani oposisi dan tidak berani mendukung pemerintah. Mau bermain di dua kaki dan sok-sok-an gaya-gayaan. 

Maka ketika partai Koalisi Prabowo rontok, partai penyeimbang itu limbung ambruk tak berbentuk lagi. Apa yang akan diseimbangkan dalam politik mayoritas pendukung Presiden Jokowi dan pemerintahannya? Tak ada lagi. Maka relevansi partai penyeimbang musnah berantakan tak berbentuk lagi. 

Lalu apa yang diharapkan oleh Presiden Jokowi kalau menemui SBY? 

Keenam, SBY menelikung di lipatan. Contoh, SBY adalah inisiator dan penggagas Pilkada DPRD alias Kepala Daerah dipilih oleh DPRD I/II. SBY berpura-pura memenangkan untuk yang anti Pilkada oleh DPRD. Detik terakhir pemungutan suara di DPR – Demokrat berbalik arah sehingga kalangan penentang Pilkada oleh DPRD kalah. Semua itu dilakukan oleh antek-antek politik SBY di DPR yang dikirimi SMS yakni si Nurhayati. Sikap menelikung seperti ini khas SBY. 

Lalu pelajaran apa yang dapat dipetik oleh Presiden Jokowi dari sikap politik seperti itu dari SBY untuk menemui SBY? Jadi, melihat maneuver SBY dan juga sikap politik dan kepribadian SBY yang suka kepo dan melankolis seperti tergambar di atas, maka Presiden Jokowi sampai detik ini – meskipun Demokrat dan SBY pontang-panting menemui Menkopolhukam Wiranto dan Wapres Jusuf Kalla – tidak memiliki urgensi politik untuk bertemu SBY. 

Pun tidak ada dalam aturan Presiden Jokowi harus menemui atau tidak menemui SBY – persis seperti tidak adanya aturan Presiden Jokowi menemui Rizieq FPI dan pendemo. Buat apa Presiden Jokowi ketemu SBY? Tidak ada urgensinya sama sekali. Demikian Ki Sabdopanditoratu yang dipahami oleh Presiden Jokowi dengan sangat baik.

Selengkapnya : 

http://ift.tt/2fRphvN

Subscribe to receive free email updates: