Fasilitas Penyelesaian Polemik PD Panca Karya Dan Keluarga Bangsa Loland, Komisi I DPRD Maluku Agendakan On The Spot


AMBON - BERITA MALUKU
. Komisi I DPRD Maluku memfasilitasi penyelesaian antara Keluarga Bangsa Loland dengan Perusahaan Daerah (PD) Panca Karya,  terkait penyerobotan dan salah bayar lahan untuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Kabupaten Buru Selatan (Bursel).

Sekedar tahu, PD Panca Karya di klaim telah menguasi lahan milik Swingly Lesnussa/Loland yang merupakan keluarga turunan bangsa Loland, warga Buru Selatan sejalan 2015 silam.

Lahan seluas 6.000 hektar tersebut dikelola oleh pihak ketiga PT. Tanjung Alam Sentosa (TAS) yang bekerja sama dengan PD Panca Karya untuk mengelola hutan tersebut.

"Prinsipnya kita memfasilitasi dan mediasi, kita bukan lembaga pengadilan yang memutuskan. Makanya kita butuh informasi tambahan dilapangan seperti apa," ungkap Ketua Komisi I DPRD Maluku, Amir Rumra kepada wartawan di rumah rakyat, karang panjang, Ambon, Rabu (28/09/2022).

Dikatakan, dari hasil rapat, Komisi akan melakukan on the spot untuk mengetahui secara langsung kondisi dilapangan.

"On the spot ke lapangan, supaya kita mengatahui secara langsung 17 titik itu, walaupun secara penjelasan Kuasa hukum dari Fendy Lesnusa atau keturunan dari bangsa Loland sudah menyampaikan dan bukti ke kita. Sehingga terkait persoalan ini segera dituntaskan untuk keadilan. Apalagi, menurutnya PD Panca Karya sudah melakukan aktifitas disana cukup lama dari tahun 2015," tutur Amir.

Pihaknya juga telah meminta keluarga untuk melengkapi dokumen tambahan, begitu juga PD Panca Karya, untuk diteliti lebih dalam, guna bisa diambil langkah konkrit.

Sementara itu, Keluarga Bangsa Loland,  melalui kuasa Hukum Akbar Salampessy mengakui keluarga belum menerima sepersen pun berkaitan kompensasi hak ulayat masyarakat adat mulai dari tahun 2017-2022 senilai Rp45 miliar untuk

Bahkan berbagai upaya telah dilakukan, baik administratif, sampai pertemuan terkahir di tahun 2021 berkaitan inisiatif atau etikat baik dari PD Panca Karya untuk menyelesaikan hak-hak dari kliennya.

"Hasil rapat PD Panca Karya pada prinsipnya mereka bersedia membayar tetapi melakui prosedur hukum. Tapi bagi kami gugatan ke pengadilan sebenarnya tidak ada sengketa dengan siapa-siapa, bagi kami tidak pernah ada masalah bahkan dengan Matheus maupun Ely Hukunala, hal itu bahkan sudah clear, udah dibuatkan dalam bentuk pernyataan," pungkasnya.

Lebih lanjut dikatakan, dari pertemuan bersama PD Panca Karya, terdapat berbagai macam pendapat yang disampaikan,  dengan tetap berpegang terhadap tiga surat yang disampaikan. Satu, berkaitan adanya surat yang dibuat kliennya yang mengakui dan tidak keberatan, hal itu sudah dibantahkan dengan  adanya surat klarifikasi sidang adat.

Dua, surat dari Ombudsman yang menyatakan tidak pernah adanya maladministrasi terkait kompensasi, tetapi surat tersebut tidak menjelaskan apakah kompensasi ini dibayarkan oleh siapa, tidak pernah disampaikan.

Tiga, adanya surat yang dibuat kliennya meminta ganti sejumlah kerugian. Itupun juga sudah dibantahkan.

Tidak hanya sampai disitu, ungkap Akbar langkah-langkah lainnya juga sudah diambil, yaitu menghadirkan pihak-pihak yang mengklaim bahwa tanah itu adalah milik mereka.

"Surat-surat yang dibuat oleh mereka sudah dibuatkan dalam bentuk pernyataan, sehingga bagi kami tidak ada sengketa dengan pihak lain. Yang kami minta saat ini adalah bagaimana etikat baik dari PD karya untuk menyelesaikan hak-hak dari klien kami," tegasnya.

Disingung berapa besar kompensasi hak ulayat masyarakat yang harus diberikan, kata Akbar mencapai Rp45 miliar untuk 15 titik yang terletak pada kepala air Waetina, Bagian Timur kurang lebih 38 km dari Dusun Kilo 7,Desa Labuang.

"Pertemuan berikutnya kami akan melampirkan bukti sesuai permintaan Komisi I," tandasnya.

Subscribe to receive free email updates: