PP P3K Dinilai Jebak Tenaga Honorer, Kenapa?

BERITAPNS.COM--Anggota Komisi X DPR Nizar Zahro menilai Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bukan lah solusi untuk tenaga honorer Kategori 2.


 "PP PPPK layak ditolak karena bukan solusi seperti yang diharapkan honorer K2, tapi sebuah jebakan yang bisa memperpanjang ketidakjelasan nasib honorer K2. Waspadai niat jahat PP PPPK," kata Nizar dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/12/2018).

 Nizar menilai ada beberapa poin yang bisa dikritisi dari aturan itu. Pertama, soal seleksi, honorer K2 tidak mendapatkan prioritas. Pasal 6 berbunyi, setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan. 

"Bagaimana nasib honorer K2 jika tidak lulus tes seleksi? Pemerintah harus memberi kejelasan soal ini," kata dia.

Kedua, politisi Gerindra ini juga menyoroti masa masa kontrak kerja. 

Pasal 37 ayat 1 berbunyi, masa hubungan perjanjian kerja bagi PPPK paling singkat 1 tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja.

 "Masa kontrak 1 tahun menjadikan posisi Honorer K2 sangat lemah. Bisa saja di tahun-tahun berikutnya posisinya dicoret tanpa alasan yang jelas. Mestinya bagi Honorer K2 masa kontraknya berlaku sebagaimana PNS," ujar Nizar. 

Ketiga, ia juga menyoroti aturan soal sertifikasi profesi. Pasal 16 huruf (f) mensyaratkan bahwa pelamar memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikasi keahlian tertentu yang masih berlaku dari lembaga profesi yang berwenang untuk jabatan yang mempersyaratkan.

 "Artinya, bila guru honorer K2 tidak memiliki sertifikat sebagai pendidik maka siap-siap gigit jari. Menurut catatan Ikatan Guru Indonesia, jumlah guru honorer K2 yang memiliki sertifikat pendidik masih sangat sedikit," ujar dia. 

Terakhir, Nizar menyoroti soal ketentuan pemutusan hubungan kerja (PHK). Bab IX menjelaskan PHK yang bisa dilakukan dengan berbagai alasan, misalnya P3K dianggap tidak memenuhi target, sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 60 ayat 1.

 "Pasal ini memposisikan PPPK layaknya pekerja outsourcing yang bisa dipecat kapan saja," kata dia. Atas berbagai catatan tersebut, Nizar menilai bahwa PP PPPK secara keseluruhan sangat merugikan honorer K2.

 Daripada menggunakan PP PPPK, Nizar meminta Presiden Jokowi memenuhi janjinya untuk mengangkat seluruh honorer K2 menjadi PNS. 

Menurut dia, hal tersebut bisa dilakukan lewat revisi ketentuan yang mengatur batas usia PNS dalam Undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara.

 "Presiden Jokowi harus memenuhi janjinya mengangkat seluruh honorer K2 menjadi PNS. PP PPPK hanya layak untuk pengangkatan pegawai baru, sementara honorer K2 sudah puluhan tahun mengabdi kepada negara. Pengabdian yang layak diganjar dengan pengangkatan sebagai PNS," kata dia. 

Baca juga: PGRI: PP P3K Melukai Keadilan Guru Honorer Nizar menilai alasan kekurangan anggaran sudah tidak bisa diterima lagi. 

Sebab, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa penerimaan negara sampai akhir tahun akan melampui target APBN. Penerimaan negara bisa mencapai Rp 1.936 triliun, lebih tinggi dari target APBN 2018 sebesar Rp 1.894 triliun.

 "Kalau untuk infrastruktur pemerintah bisa mencari uang kemana pun, tetapi bila untuk honorer K2 selalu dikatakan tidak ada uang, padahal uangnya ada," kata dia.

Sumber:kompas.com.

Subscribe to receive free email updates: