Terharu Bacanya, Bikin Nangis! Sikap Jokowi Kepada Raja Salman, Bak Cinta Anak Ke Bapaknya!

Seperti Sikap Seorang Anak Terhadap Bapaknya, Sikap Presiden Jokowi Terhadap Raja Salman

Penulis : Akhmad Reza

Kunjungan Raja Salman bin Abdul Aziz dari Arab Saudi banyak meninggalkan momen mengejutkan sekaligus mengharukan. Mengejutkan karena Gubernur Ahok dapat menyambut dan bersalaman dengan Sang Raja, setelah sehari sebelumnya di persidangannya yang ke-12, Habib Rizieq justru tidak menyalami Ahok dan tim pengacaranya. 

Mengharukan karena ternyata Raja Salman masih ingat dengan Bung Karno, dan mencari anak dan cucu Bung Karno. Momen ini dimanfaatkan Mbak Mega dan Puan Maharani untuk beramah tamah dengan Sang Raja, sekaligus tak sungkan mengambil foto selfie.

Yang lebih mengagumkan tentu saja Presiden kita. Sikap hormatnya terhadap Sang Raja yang sudah sepuh ini dilakukan dengan sepenuh hati. Bagi rakyat yang melihatnya, sikap Presiden Jokowi terhadap Raja Salman ibarat sikap seorang anak yang menghormati bapaknya. 

Ketika tiba di Istana Bogor kemarin (2/3/2017), hujan lebat melanda, Presiden Jokowi dengan cekatan dan spontan ikut memayungi Raja Salman, meski Presiden Jokowi sendiri basah kuyup.

Hal serupa Presiden Jokowi tunjukkan di Istana Negara pada peristiwa penanaman pohon secara simbolis. Pohon yang dipilih adalah dari jenis pohon ulin atau pohon kayu besi. Tanpa ragu, Presiden Jokowi mengangkat pohon itu dan memasukkan ke dalam lubang yang telah tersedia. 

Kontan saja dua pengawal kenegaraan sigap membantu Presiden Jokowi. Usai menanam, Presiden sempat menyiram pohon yang ditanamnya bersama orang nomor satu dari Arab Saudi itu.

Pemilihan kayu jenis ulin bukan tanpa maksud. Kayu jenis ini adalah jenis kayu paling kuat.”Ini kayu paling kuat. Ini kayu ulin kayu besi yang paling kuat,” kata Jokowi seperti dikutip dari laman merdeka.com. Pemilihan jenis kayu ini memiliki makna simbolis agar hubungan kedua negara sekuat kayu ulin, kayu yang paling kuat tersebut.

Melihat kesigapan dan sikap spontanitas Presiden sungguh menohok kaum sumbu pendek yang selalu menuduh Presiden Jokowi melakukan pencitraan. Di mana pencitraannya ? Pencitraan seorang politikus biasanya dilakukan kalau mendekati masa kampanye pemilu. 

Seorang politikus yang tidak pernah turun ke lapangan, tidak pernah blusukan tiba-tiba saja hadir di pasar, menengok terminal dan makan di warteg. Pencitraan usianya pendek, sedangkan karakter adalah pembawaan yang sudah terbentuk. Lihatlah Presiden Jokowi, baik semasa Beliau menjadi Walikota di Solo, Gubernur DKI, hingga duduk di kursi Presiden tidak pernah berubah. 

Sikapnya yang sederhana, ramah dan santun adalah kesehariannya. Bahkan ketika pemimpin lain dipegangkan payung oleh ajudannya, Beliau lebih nyaman memegang payungnya sendiri. Itulah karakter, bukan pencitraan.

Walaupun demikian, masalahnya bukan terletak pada sikap tulus Presiden Jokowi. Tetapi terletak pada kebencian yang sudah mengurat dan mengakar pada para haters dan kaum sumbu pendek. Dus, apapun yang dilakukan Beliau, pencapaian apapun yang sudah berhasil dilampaui pemerintah masih dianggap “pepesan kosong” bagi mereka.

Yang lebih memiriskan adalah hinaan demi hinaan, serta caci maki yang mereka alamatkan kepada Presiden Jokowi. Mereka berdalih bahwa itu adalah kritikan, dan kritikan biasa dalam alam demokrasi. Namun, apa yang mereka utarakan bukan lagi sekadar kritikan, tetapi memang sudah dikategorikan penghinaan kepada Kepala Negara. Bayangkan, kata-kata semacam raja kodok, Presiden katrok, ndeso, bahkan tuduhan sebagai antek PKI pernah dilayangkan kepada Sang Presiden. Lantas, jika mereka dicokok oleh aparat keamanan mereka mengatakan sedang di zholimi. Sunggu luar biasa perilaku mereka itu.

Hebatnya, Presiden sendiri tidak hirau dengan hinaan dan caci maki yang dialamatkan kepadanya. Ia seakan-akan memegang teguh pepatah, “anjing menggonggong kafilah berlalu.” Citranya dilandasi oleh mottonya, “kerja, kerja dan kerja.” Biarlah para pembenci berkoar-koar menghabiskan energi kebencian mereka. Toh, apapun yang dilakukan Presiden, apapun yang dilakukan pemerintah akan selalu salah di mata mereka. Jadi, untuk apa  susah payah membuat mereka terkesan ? Ada benarnya juga pepatah yang  mengatakan, “pembenci sebenarnya adalah fans nomor satu.” Jadi, untuk apa kita melawan kebencian dengan kebencian lagi ? Biarlah Presiden Jokowi dan pemerintahannya bekerja untuk rakyatnya.

Selengkapnya :
http://ift.tt/2mmV3EV

Subscribe to receive free email updates: