Tegas dan Blak-Blakan, Antasari Azhar Bongkar Kasus IT KPU dan Bank Century!

Jakarta, Lensaberita.Net - Mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar menduga bahwa ketika dia dijerat kasus pembunuhan dan divonis pada 2010, presiden waktu itu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) punya dendam padanya akibat sejumlah kasus yang sedang dia tangani.

Dalam dialog Beritasatu News Channel tayang Senin (30/1) malam, Antasari mengatakan bahwa ketika ditahan, pikirannya berkecamuk tentang sikap SBY yang menurutnya tidak bersimpati sedikit pun pada dia.

Beberapa bulan sebelum dia ditetapkan tersangka kasus pembunuhan, KPK menahan mantan deputi gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan, yang merupakan besan SBY, karena dugaan korupsi.

"Ini ada apa ya? Apa beliau dendam pada saya?" kenang Antasari.

"Kenapa dendam?" tanya host acara Prime Time Talk, Donny De Keizer.

"Penahanan besannya itu."

"Aulia Pohan?"

"Iya. Apa karena itu?"

Ketika dalam tahanan, Antasari mengungkapkan dia menjadi lebih sensitif dan memikirkan banyak kemungkinan tentang penyebab kasusnya.

"Ada apa beliau (SBY) seperti itu? Apa salah saya? Oh mungkin karena penahanan itu, atau adakah perkara-perkara yang akan saya tangani yang bersinggungan dengan beliau? Itu jadi pemikiran saya pada waktu itu," kata Antasari.

IT dan Bank Centry

Lalu Donny menanyakan kasus selain Aulia yang menurut Antasari bisa membuat dirinya menjadi target.

"IT KPU (teknologi informasi Komisi Pemilihan Umum)," jawab Antasari spontan.

Kasus berikutnya, yang menurut Antasari mungkin membuat SBY tersinggung, adalah kasus dana talangan Bank Century.

"Pada waktu sebelum saya ditahan, saya masih aktif sebagai ketua KPK. Saya waktu itu baru saja menulis surat kepada BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) agar BPK melakukan audit investigasi terhadap Bank Century," ujarnya.

"Sambil menunggu itu saya sedang persiapkan dokumen-dokumen untuk mengungkap kembali BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang obligasi rekap, bukan BLBI yang kepada bank swasta yang sudah ditangani kejaksaan, bukan, tapi BLBI untuk bank pemerintah pada waktu itu."

"Kan banyak ada Bapindo, Bank Exim segala macam kan, tiba-tiba dimerger."

Soal perangkat IT di KPU, Antasari menjelaskan bahwa ketika itu KPK memang berniat meneliti karena menemukan kejanggalan.

"Saya mendapat informasi dari media elektronik ada ucapan salah satu komisioner KPU waktu itu mengatakan bahwa 'IT mulai besok kami grounded-kan, tidak kami pakai lagi karena error'," kata Antasari.

Antasari mengaku heran dengan berita tersebut karena sebelumnya dia bertemu komisioner tersebut dan ketuanya, menyampaikan bahwa pemilu legislatif dan presiden akan lancar karena alatnya baru, canggih, dan dibeli ratusan miliar rupiah dengan sistem yang baru.

"Kan jadi pertanyaan saya. Tanggung jawab moral saya sebagai ketua KPK untuk tugas yang ke-4 KPK -- monitor jalannya pemerintahan," kata Antasari.

"Ini pemerintah lagi dalam proses pemilihan politik, nah kalau digrounded apa lancar nanti atau tidak? Wajar kan? Akhirnya saya minta wakil saya 'coba datangi KPU ada apa ini. Apa ada masalah dengan alat itu?'"

"Nah ketika itulah saya dapat panggilan diperiksa oleh Polda Metro."

Pada 2009 dilaksanakan pemilu legislatif dan pemilihan presiden di mana SBY maju dan akhirnya memenangkan masa jabatan keduanya.

Antasari juga menyayangkan bahwa SBY sebagai kepala negara waktu itu sama sekali tidak bersimpati ketika dia yang merupakan pejabat negara menurut undang-undang menjadi tersangka pembunuhan, terdakwa, kemudian narapidana.

"Ada apa beliau ini kok tidak peduli sama sekali. Bukan saya minta kasus saya diintervensi, no. Minimal ada rasa prihatin lah," kata Antasari, yang mengaku cukup sering bertemu SBY membahas upaya pemberantasan korupsi sebelum dia menjadi tersangka, meskipun tidak diketahui pers.

"Tapi kok setelah saya masuk nggak ada prihatinnya gitu. Yang mencabut jabatan saya kan presiden dengan keppres-nya, terus menyetop ini (gaji) juga beliau akibat keppres itu."

Pada Februari 2010, Antasari divonis bersalah sebagai otak pembunuhan berencana atas Nasrudin Zulkarnaen dan dihukum 18 tahun penjara. Pada 10 November 2016 dia dinyatakan bebas bersyarat dengan kewajiban melapor sebulan sekali.

Akhirnya pada 23 Januari lalu dia mendapat pengampunan atau grasi dari Presiden Joko Widodo. [src/beritasatu]

Subscribe to receive free email updates: