SBY, Ratna Sarumpaet, Jokowi, dan Isu Makar Hendak Gulingkan Pemerintahan!

Jakarta, Lensaberita.Net - Belakangan isu makar kembali ramai menjadi perbincangan hangat. Terlebih 10 tokoh ditangkap karena diduga makar.

Sedikit mundur ke belakang, pada tahun 2013 saat era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) isu kudeta berhembus kencang. Saat itu, disebut bakal ada demo besar-besaran pada 25 Maret untuk menggulingkan presiden dan menggantikan dengan pemerintahan transisi.

Salah satu penggerak demo kala itu adalah Ketua Presidium MKRI, Ratna Sarumpaet. Mereka menilai SBY sebelum menyelesaikan masa tugasnya pada 2014 banyak mengundang masalah. Banyak di antaranya yang tak selesai, termasuk penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu).

Ratna juga menilai, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggaraan pemilu dan tahapan-tahapan yang tengah berlangsung turut bermasalah. Atas alasan itu, pemerintahan transisi diharapkan dapat segera memperbaiki dengan Undang-Undang Pemilu, serta Partai Politik.

"Paket SBY-Boediono harus turun, pemerintahan transisi yang logis," lanjut Ratna kala itu.

Namun ia juga meminta agar militer dan pemerintahan SBY tidak negatif thinking yang hanya melihat demo sebagai tindakan makar ataupun gerakan pembangkangan. "Mereka yang militer dengar apa yang kami lakukan jangan mau hanya dengar mau demo. Tanya apa yang kami inginkan," tegas dia.

Ratna juga menilai statement Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro yang menyatakan di media akan menyerbu MKRI, kalau akan melakukan makar itu suatu hal yang memalukan. "Itu tidak sopan, dia digaji dengan uang rakyat. Dia siapa?" kata Ratna dengan lantang.

Tanggal 25 Maret 2013 pun tiba. Penjagaan ketat ibu kota pun dilakukan. Panser, TNI dan Polisi berjaga hampir di setiap sudut ibu kota.

Namun nyatanya, apa yang ditakutkan SBY tidaklah terjadi. Ratna dan yang lainnya melakukan pembagian sembako kepada 3.000 masyarakat yang kurang mampu di depan gedung LBH Jakarta. Ratna Sarumpaet mengatakan, mereka akhirnya memilih menggelar aksi di depan gedung YLBHI karena banyak aparat keamanan yang berjaga-jaga.

"Lihat dimana-mana banyak tentara berjaga. Ini sangat tidak sopan. Makanya kita memindahkan aksi di depan LBH karena tidak ingin membenturkan rakyat dengan tentara," ujar Ratna.

Ratna menilai Indonesia adalah negara yang demokratis di mana rakyat bebas mengeluarkan pendapat. Tetapi ketika menyangkut kedudukan jabatan presiden, SBY dinilai lupa dengan demokrasi. "Pokoknya hari ini awal dari perlawanan. Kita akan siapkan people power," katanya.

Rezim pun berganti dengan kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) yang memenangkan Pemilu 2014. Dua tahun pemerintahan berjalan isu makar kembali mencuat. Lagi-lagi nama Ratna Sarumpaet terseret.

Muncul isu makar tersebut saat Kapolri Jenderal Tito Karnavian mencium adanya gerakan yang akan menunggangi aksi demo 25 November dan 2 Desember. Tito pun sejak dini menegaskan akan menindak tegas siapapun pendemo yang melanggar hukum dalam upaya penyampaian aspirasi pada demo nanti.

Setelah berbagai kesepakatan, 2 Desember hanya diisi oleh doa bersama. Namun, subuh sebelum doa bersama dimulai, polisi bergerak.

Ratna Sarumpaet bersama sembilan orang lainnya ditangkap polisi dengan tuduhan makar. Bahkan, mereka ditetapkan menjadi tersangka.

Namun, polisi masih belum memaparkan bukti-bukti yang dimiliki. Polisi masih terus memeriksa kesepuluh orang tersebut di Mako Brimob.

Sumber : Merdeka

Subscribe to receive free email updates: