Skandal Bank Maluku, Sanaky Akui Pembelian Lahan di Surabaya Tidak Penuhi Standar

BERITA MALUKU. Mantan Kepala Divisi Hukum dan Umum PT. Bank Maluku-Maluku Utara, Fredy Sanaky mengakui kalau luas lahan dan gedung yang dibeli seharga Rp54 miliar untuk pembukaan kantor cabang di Surabaya (Jatim) tidak memenuhi standar.

"Seharusnya luas lahan yang dibeli mencapai 1.500 meter persegi. Namun, kenyataannya hanya 900 meter persegi sementara luas gedungnya cuma 500 meter persegi," katanya, di Ambon, Kamis (24/11/2016).

Penjelasan terdebut disampaikan Fredy sebagai saksi menjawab pertanyaan tim jaksa penuntut umum (JPU) Kejati Maluku.

Dia bersaksi dalam persidangan dipimpin ketua majelis hakim Tipikor pada kantor Pengadilan Negeri Ambon, R.A Didi Ismiatun didampingi Syamsidar Nawawi dan Hery Leliantono selaku hakim anggota dengan menghadirkan terdakwa Hentje Abraham Toisuta dan Petro Ridolf Tentua.

Saksi juga mengaku tidak pernah dilakukan analisa hukum oleh divisi yang dipimpinnya terhadap lahan dan gedung di Surabaya sehingga dia tidak tahu pasti kalau seorang supir rental mobil bernama Soenarko bisa dijadikan terdakwa Hentje Abraham Toisuta sebagai kuasa pemilik lahan.

Karena dijadikan sebagai kuasa pemilik lahan, maka uang Rp54 miliar milik PT. BM-Malut dicairkan melalui Bank Indonesia ke rekening Soenarko.

Hanya dalam waktu satu jam kemudian ditarik lagi masuk ke rekening Hentje Toisuta dan Soenarko diberikan imbalan sebesar Rp75 juta.

Saksi juga mengakui menerima Rp250 juta dari terdakwa Hentje setelah dihubungi lewat telepon untuk bertemu di salah satu mall Mangga Dua, Jakarta dengan maksud diteruskan kepada Direksi PT. BM-Malut, dalam hal ini Idris Rolobessy selaku Direktur Umum saat itu.

"Saya memakai Rp100 juta dari dana tersebut membayar utang Pak Idris yang meminjam uang dari Yayasan Tunjangan Hari Tua PT. BM-Malut atas nama saya sebesar Rp300 juta dan sisanya Rp150 juta dipakai membiayai operasional Dirut," kata Fredy.

Namun, majelis hakim mengingatkan saksi tidak berbohong dan berbelit-belit dalam persidangan, sebab dalam BAP dijelaskan kalau dana Rp100 juta yang dipakai membayar utang Direktur Umum itu untuk pinjaman Rp250 juta di yayasan dengan menggunakan nama salah satu karyawan PT. BM-Malut, Mike Joseph.

"Harus dijelaskan penggunaan Rp150 juta untuk operasional Dirut itu seperti apa saja," tegas majelis hakim.

Sehingga saksi menjelaskan dana yang diterima dari terdakwa Hentje pada Desember2014 itu sebagian dipakai untuk membayar tunjangan hari raya para karyawan.

Subscribe to receive free email updates: